Selasa, 31 Maret 2009

Laporan dari London Garuda Sangat Mudah Urus Izin Mendarat di London

Selasa, 31/03/2009 07:08 WIB
Arifin Asydhad - detikNews

Pesawat Garuda mendarat di Eropa

London - Pesawat Garuda Indonesia Airbus A 330-341 yang membawa Presiden SBY dan rombongan merupakan pesawat pertama Garuda yang mendarat di Eropa setelah ada larangan Uni Eropa (UE). Saat mengurus surat izin mendarat ke otoritas penerbangan Inggris, Garuda tak memiliki masalah apa pun.

Bahkan, pengurusan surat izin itu sangat mudah. Surat izin bagi Garuda selesai hanya dalam waktu satu minggu. Namun, bisa jadi pengurusan yang mudah ini karena Garuda membawa Presiden SBY dan rombongan untuk hadir di KTT G-20.

"Kita sangat mudah mengurus izin mendarat, seminggu selesai. Padahal, larangan UE belum dicabut," kata EVP Operation Garuda Indonesia, Capt Ari Sapari saat berbincang dengan detikcom di dalam pesawat dalam penerbangan Jakarta-London.

Pesawat Garuda dengan nomor registrasi PK-GPE ini mendarat mulus di Bandara Gatwick, London pukul 23.00 waktu London, Senin (30/3/2009) atau pukul 05.00 WIB, Selasa (31/3/2009).

Ari Sapari berharap pendaratan pesawat Garuda ini membuat UE mencabut larangan bagi maskapai Indonesia. Dia juga berharap pemerintah, melalui Departemen Perhubungan, terus melobi UE agar mencabut larangan itu.

Garuda, menurut Ari, sudah sangat siap untuk membuka rute penerbangan ke Eropa. Apalagi, baru-baru ini Garuda juga telah memperbarui pesawatnya. Misal, pada 2 Maret 2009 lalu, Garuda telah membeli delapan pesawat Boeing 737-800 NG.

Namun, menurut Dirut Garuda Emirsyah Satar, bila memang UE mencabut larangan terbang bagi maskapai Indonesia, Garuda belum tentu langsung membuka rute ke Eropa. "Akan kita survei dulu, ada penumpangnya tidak, karena saat ini sedang krisis global," kata Emirsyah.
(ris/nwk)

Laporan dari London Pesawat Pembawa SBY Pesawat Garuda Pertama yang Mendarat di Eropa

Selasa, 31/03/2009 06:45 WIB
Arifin Asydhad - detikNews

Pesawat Garuda mendarat di Eropa

London - Di tengah suhu yang sangat dingin, 7 derajat Celcius, pesawat Garuda Airbus A 330-341 yang membawa Presiden SBY mendarat mulus di Bandara Gatwick, London, Inggris. Ini merupakan pesawat Garuda pertama yang mendarat di Eropa setelah Uni Eropa melarang maskapai penerbangan Indonesia mendarat di Eropa.

Pesawat ini mendarat sekitar pukul 23.00 waktu London, Senin (30/3/2009) atau pukul 05.00 WIB, Selasa (31/3/2009). Seperti dilaporkan wartawan detikcom Arifin Asydhad yang menyertai kunjungan Presiden SBY, pilot mendaratkan pesawat di runway bandara Gatwick dengan mantap, nyaris tanpa ada goncangan saat roda pesawat menyentuh landasan.

Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar membenarkan bahwa pesawat tersebut merupakan pesawat Garuda yang mendarat pertama di Eropa, setelah Uni Eropa melarang pesawat Indonesia.

"Ya benar ini pesawat Garuda pertama. Tidak ada ban-ban-an," kata Emirsyah yang menyertai kunjungan SBY saat ditanya detikcom.

Menurut Emirsyah, pendaratan pesawat Garuda ini membuktikan bahwa pesawat dari maskapai Indonesia aman. Tidak ada alasan lagi bagi Uni Eropa untuk melarang pesawat Indonesia. "Ini bukti bahwa pesawat kita aman," kata dia.

Pesawat Airbus milik Garuda bernomor registrasi PK-GPE ini memiliki panjang 63,6 meter. Pesawat bermesin 2 Rolls Royce Trent 768 ini take off dari Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta Timur pada pukul 11.00 WIB, Senin (30/3/2009).

Setelah menjelajah lebih dari delapan jam, pesawat ini mendarat mulus di Bandara Internasional Dubai pada pukul 16.20 waktu setempat atau pukul 19.20 WIB. Pesawat transit untuk pengisian bahan bakar.

Sekitar pukul 18.00 waktu Dubai, pesawat kembali terbang menuju London. Setelah terbang sekitar delapan jam, pesawat mendarat mulus di Bandara Gatwick sekitar pukul 23.00 waktu London atau pukul 05.00 WIB, Selasa (31/3/2009).

Uni Eropa melarang pesawat Indonesia karena dinilai tidak aman. Pelarangan ini dilakukan Uni Eropa setelah ada beberapa pesawat Indonesia mengalami kecelakaan. Pemerintah Indonesia, melalui Departemen Perhubungan, sudah melakukan lobi, namun hingga kini larangan itu belum dicabut.(asy/nwk)

Senin, 30 Maret 2009

Batavia Air Mendarat Darurat Tim Teknisi Batavia Periksa Pesawat di Semarang

Senin, 30/03/2009 23:34 WIB
Nograhany Widhi K, E Mei Amelia R - detikNews


Jakarta - Pesawat Batavia Air Boeing 737-300 yang mendarat darurat di Bandara Ahmad Yani, Semarang, masih tidak diizinkan terbang. Teknisi Batavia dikirimkan untuk memeriksa pesawat itu.

"Sekarang, kami lagi mengirim tim kami untuk dilakukan pemeriksaan pesawat. Adapun penumpangnya kami kirimkan pesawat cadangan," ujar Deputi Direktur Keselamatan Batavia M Yamin ketika dikonfirmasi detikcom, Senin (31/3/2009).

Sementara itu Kepala Pusat Komunikasi Publik Departemen Perhubungan Bambang S Ervan kepada detikcom menjelaskan, inspektur Dephub akan turut memeriksa pesawat itu.

"Pemeriksaan sudah dilakukan teknisi internal Batavia. Belum diketahui kesalahannya apa. Pihak Dirjen Perhubungan Udara akan memeriksa nanti setelah teknisi internal Batavia selesai memeriksa pesawat," ujar Bambang.

Dephub, lanjut dia, tidak akan memeriksa pilot. Dia pun memberikan apresiasi kepada pilot yang telah melakukan prosedur dengan tepat.

"Pilot tidak akan diperiksa karena dia justru yang merasakan, dia mengutamakan keselamatan malah," imbuhnya.

Apresiasi juga ditujukan kepada Batavia Air. "Dia sudah mengutamakan keselamatan dan mengirimkan pesawat lagi, itu kan perlu biaya yang besar. Itu merupakan bentuk kesadaran dan tanggung jawab yang tinggi," pungkas Bambang.(nwk/nwk)

Batavia Air Mendarat Darurat, Batavia: Ada Indikasi Kerusakan Mesin yang Dilihat Pilot

Senin, 30/03/2009 23:13 WIB

Nograhany Widhi K - detikNews
Jakarta - Batavia Air membenarkan bahwa pesawat B737-300 yang mendarat darurat di Bandara Ahmad Yani, Semarang ini mengalami masalah mesin. Indikasi tersebut dilihat pilot yang memutuskan mendarat darurat.

"Pilot melihat ada indikasi problem pada mesin. Untuk itu prosedur yang digunakan pilot secepat mungkin melakukan pendaratan di bandara terdekat sudah benar," ujar Deputi Direktur Keselamatan Batavia Air M Yamin kepada detikcom, Senin (30/3/2009).

Informasi yang diperoleh detikcom, salah satu mesinnya sempat tidak berfungsi. Ketika ditanya mengenai hal itu Yamin mengatakan,"Justru itu, itu ada indikasi masalah mesin. Yang jelas pilot sudah melakukan prosedur yang benar".

Ketika ditanyakan mengenai pernyataan flight attendant yang mengatakan bahwa pesawat akan mendarat di Bandara Juanda, Surabaya, Yamin mengatakan tak ada kata-kata seperti itu.

"Dari koordinasi interview awak kabinnya dan sebagainya tidak ada kata-kata begitu. Tapi faktanya, ada indikasi kerusakan pada mesin," tegas Yamin.

Dia menambahkan pendaratan yang dilakukan berjalan mulus. Penumpang tak ada yang terluka dan pesawat juga masih mulus. Hingga pukul 22.45 WIB, Yamin mengatakan pesawat pengganti yang didatangkan dari Jakarta sudah sampai di Semarang.

"Kalau kompensasi pada penumpang, sudah pasti kita berikan," tuturnya.(nwk/mei)

Batavia Air mendarat Darurat, Pesawat Batavia Air Berjenis Boeing 737-300

Senin, 30/03/2009 22:50 WIB
E Mei Amelia R - detikNews
Jakarta - Pesawat Batavia Air melakukan pendaratan darurat pada Senin (30/3/2009) pukul 19.30 WIB di Bandara Ahmad Yani, Semarang. Pesawat tersebut berjenis Boeing 737-300.

"Info yang saya dapat dari Batavia Air, pesawat yang mendarat darurat itu jenisnya Boeing 737-300, jurusan Surabaya," ujar Kepala pusat Komunikasi Publik Departemen Perhubungan Bambang Ervan saat dihubungi detikcom, Senin (30/3/2009).

Bambang menjelaskan, pesawat tersebut lepas landas dari Jakarta dengan tujuan ke Surabaya. Pesawat tersebut mengangkut 141 penumpang.

Belum diketahui secara pasti alasan pendaratan darurat tersebut, namun hingga kini pesawat tersebut masih berada di lokasi. Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut.(mei/nwk)

Batavia Air mendarat Darurat Pesawat Batavia Air Berjenis Boeing 737-300

Senin, 30/03/2009 22:50 WIB

E Mei Amelia R - detikNews

Jakarta - Pesawat Batavia Air melakukan pendaratan darurat pada Senin (30/3/2009) pukul 19.30 WIB di Bandara Ahmad Yani, Semarang. Pesawat tersebut berjenis Boeing 737-300.

"Info yang saya dapat dari Batavia Air, pesawat yang mendarat darurat itu jenisnya Boeing 737-300, jurusan Surabaya," ujar Kepala pusat Komunikasi Publik Departemen Perhubungan Bambang Ervan saat dihubungi detikcom, Senin (30/3/2009).

Bambang menjelaskan, pesawat tersebut lepas landas dari Jakarta dengan tujuan ke Surabaya. Pesawat tersebut mengangkut 141 penumpang.

Belum diketahui secara pasti alasan pendaratan darurat tersebut, namun hingga kini pesawat tersebut masih berada di lokasi. Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut.(mei/nwk)

Batavia Air Mendarat Darurat Tunggu Pesawat Pengganti, Penumpang Belum Dapat Kompensasi

Senin, 30/03/2009 22:34 WIB

Nograhany Widhi K - detikNews

Ilustrasi (Dok. detikcom)
Jakarta - Penumpang pesawat Batavia Air yang mendarat darurat di Bandara Ahmad Yani, Semarang, menunggu pesawat pengganti dari Jakarta. Penumpang pun belum mendapatkan kompensasi akibat peristiwa ini.

"Saat ini saya dalam posisi nunggu ganti pesawat. Pesawat dari Jakarta pukul 21.00 WIB sampai Semarang pukul 22.00 WIB, lanjut ke Surabaya lalu ke Mataram," ujar salah satu penumpang pesawat Batavia Air, Gita Prima, kepada detikcom, Senin (30/3/2009) pukul 21.35 WIB.

Dia menuturkan, pesawat jurusan Jakarta-Surabaya-Ampenan-Mataram itu pun mendarat darurat pukul 19.30 WIB. Selama hampir 2 jam menunggu pesawat pengganti, penumpang belum mendapat kompensasi dari Batavia Air.

"Tadi sih bilangnya mau dikasih makan. Sudah sekitar setengah jam lebih maskapai hanya menyampaikan permintaan maaf saja karena ada trouble. Memang sempat dijanjikan orang Batavia akan diberi makan disuruh nunggu. Mungkin makanannya sedang disiapkan," tutur dia.

Sebelumnya pesawat Batavia Air mendarat darurat di Bandara Ahmad Yani, Semarang. Sebelum mendarat, flight attendant memberitahukan bahwa pesawat akan mendarat di Bandara Juanda, Surabaya. Hal ini membuat kaget penumpang.

Pilot pesawat jurusan Jakarta-Surabaya-Ampenan-Mataram ini memberitahukan kepada penumpang bahwa pesawat terpaksa mendarat karena masalah mesin. Pemberitahuan itu dilakukan setelah pesawat berhasil mendarat di landas pacu. Beberapa mmbulans dan 2 mobil pemadam kebakaran sudah siaga di pinggir landas pacu.
(nwk/gah)

Batavia Air Mendarat Darurat Pesawat Mendarat Keras, Penumpang Hampir Terpental

Senin, 30/03/2009 22:11 WIB
Nograhany Widhi K - detikNews

Ilustrasi (Dok. detikcom)

Jakarta - Pesawat Batavia Air yang mendarat darurat di Bandara Ahmad Yani, Semarang, melakukan pendaratan dengan keras. Penumpang hampir terpental dibuatnya.

"Landing agak kasar, badan saya sempat hampir terpental. Untung ditahan sama seat belt. Saya nahan badan agar nggak ke depan, pakai tangan," ujar salah satu penumpang Batavia Air yang mendarat darurat, Gita Prima, kepada detikcom, Senin (30/3/2009).

Gita merasakan jika pendaratan pesawat itu tampak tidak lazim laiknya pendaratan normal. Penumpang pesawat yang berjumlah sekitar 140 orang itu, menurut Gita, tegang dan panik.

"Mungkin panik dalam diri sendiri. Nggak sampai yang bagaimana gitu. Ya saya hanya membaca doa saja," kata dia.

Sebelumnya pesawat Batavia Air mendarat darurat di Bandara Ahmad Yani, Semarang. Sebelum mendarat, flight attendant memberitahukan bahwa pesawat akan mendarat di Bandara Juanda, Surabaya. Hal ini membuat kaget penumpang.

Pilot pesawat jurusan Jakarta-Surabaya-Ampenan-Mataram ini memberitahukan kepada penumpang bahwa pesawat terpaksa mendarat karena masalah mesin. Pemberitahuan itu dilakukan setelah pesawat berhasil mendarat di landas pacu. Beberapa ambulans dan 2 mobil pemadam kebakaran sudah siaga di pinggir landas pacu. (nwk/gah)

Batavia Air Mendarat Darurat di Semarang

Senin, 30/03/2009 21:59 WIB
Nograhany Widhi K - detikNews

Ilustrasi (Dok. detikcom)

Jakarta - Pesawat Batavia Air mendarat darurat di Bandara Ahmad Yani, Semarang. Pesawat mendarat karena ada masalah mesin.

"Tadi pilot memberitahukan pesawat terpaksa mendarat darurat di Semarang karena masalah mesin," ujar salah satu penumpang Gita Prima kepada detikcom, Senin (30/3/2009).

Pesawat dengan jurusan Jakarta-Surabaya-Ampenan-Mataram yang mendarat di Bandara Ahmad Yani ini pun membuat Gita kaget. Karena sebelum melakukan pendaratan, flight attendant memberitahukan kalau peswat akan mendarat di Bandara Internasional Juanda, Surabaya.

"Begitu proses landing sudah selesai awalnya saya pikir memang di Juanda ternyata bukan di Surabaya, ini di Semarang. Setelah landing baru pilotnya memberitahukan," kata dia.

Saat mendarat pukul 19.30 WIB, dia melihat ada ambulans dan 2 mobil pemadam kebakaran di pinggir landasan pacu. (nwk/gah)

Kamis, 26 Maret 2009

Mendarat Dekat Tol Jagorawi Helikopter Terhalang Cuaca Buruk

Kamis, 26/03/2009 20:53 WIB

Laurencius Simanjuntak - detikNews


Ilustrasi (Dok. Detikcom)

Bogor - Helikopter milik PT Air Transport Service (ATS) yang mendarat darurat dekat KM 42 Tol Jagorawi, Ciawi, Bogor sudah kembali mengudara. Helikopter terpaksa mendarat karena terhalang cuaca buruk.

"Mendarat karena cuaca buruk, langit Bogor saat itu tertutup awan tebal," kata Nugroho, staff PT ATS saat dihubungi detikcom, Kamis (26/3/2009).

Nugroho menjelaskan pendaratan darurat yang dilakukan pihaknya adalah hal yang biasa ketika helikopter menghadapi cuaca buruk. "Itu mah biasa," ujarnya.

Mengenai asal dan tujuan penerbangan, Nugroho enggan memberikan penjelasan lebih lanjut. "Lebih baik langsung sama kaptennya saja, saya kurang berwenang," pungkasnya.

Helikopter dilaporkan hanya mendarat sekitar 30 menit di sebuah lapangan bola, Kampung Cimahpar, 200 meter dari ruas tol. Tidak sempat ada kerumunan warga yang melihat peristiwa ini. (lrn/lrn)

Rabu, 18 Maret 2009

Larangan Terbang Indonesia oleh Eropa Tidak Politis

Rabu, 18/03/2009 17:06 WIB

Bagus Kurniawan - detikNews
Yogyakarta - Larangan terbang yang diberlakukan Eropa terhadap maskapai penerbangan Indonesia semata-mata urusan teknis keselamatan penerbangan. Larangan terbang tidak mempunyai urusan politis.

Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Julian Wilson mengatakan hal tersebut kepada wartawan seusai acara 'Indonesia-EU Relation Update, Konvensi Perdana Studi Eropa di Indonesia' di gedung Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Rabu (18/3/2009).

"Soal flight ban itu masalah sangat teknis berkaitan dengan technical aeroship, tidak ada urusannya dengan yang lain (politik-red)," kata Wilson.

Selain sangat teknis demi keselamatan penerbangan kata Wilson, larangan terbang itu juga seusai standar yang berlaku di ICAO (International Civil Aviation Organization). Pihaknya terus berupaya membantu Indonesia untuk memenuhi berbagai persyaratan tersebut.

"Kami selalu bekerjasama dan membantu pemerintahan Indonesia melalui Deplu dan Departemen Perhubungan menyelesaikan masalah itu," ungkap dia.

Menurut dia, saat ini pemerintah Indonesia berusaha memperbaiki dan memenuhi berbagai persyaratan yang harus dipenuhi sehingga larangan itu bisa dicabut. Dari sekitar 69 syarat dan tahapan itu, sudah sekitar 62 syarat yang sudah terpenuhi.

"Bila tujuh syarat itu selesai dan sesuai standar yang ada, segera flight ban dicabut," kata Wilson yang datang ke Yogyakarta itu tidak menggunakan pesawat terbang tapi kereta api eksekutif itu. (bgs/anw)

Senin, 16 Maret 2009

Lion Air Tergelincir Dephub Bahas Larangan Terbang MD-90 Lion Air

Pemaparan mengenai detail hasil rapat dapat dipaparkan sore ini.
Senin, 16 Maret 2009, 13:30 WIB
Ismoko Widjaya, Anda Nurlaila
Lion Air Tergelincir di Soekarno Hatta (Antara/Malahayati)

VIVAnews - Departemen Perhubungan sedang menggelar rapat soal larangan terbang pesawat jenis MD-90 yang dimiliki Lion Air. Hasil rapat soal larangan terbang bagi pesawat milik Lion itu akan diumumkan sore ini.

"Siang ini hasil pemeriksaan selesai dirapatkan dan sekarang sedang dipersiapkan hasilnya," kata Kepala Bagian Hukum dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Udara, Rudi Ricardo, di Departemen Perhubungan, Jakarta Pusat, Senin, 16 Maret 2009.

Rapat yang masih berlangsung itu diikuti juga jajaran Direktorat Kelaikan Udara dan Direktorat Pengoperasian Pesawat Udara. Menurut Rudi, untuk pemaparan mengenai detail hasil rapat dapat dipaparkan sore ini.

Jenis armada MD-90 milik maskapai Lion Air dilarang terbang berdasarkan surat tertulis Departemen Perhubungan sejak 11 Maret 2009. Sementara, Sabtu, 14 Maret 2009, Armada Lion Air MD-90 sudah melakukan aktivitas penerbangan.

Maskapai penerbangan Lion Air sudah menyatakan siap merugi dan mengganti pesawat yang dinyatakan tidak layak terbang. Tetapi berapa kira-kira kerugian Lion Air atas larangan terbang semua pesawat jenis MD-90 itu.

"Sekitar US$4,500 per jam, kalau pesawatnya sewa anda hitung sendiri," kata Direktur Produksi Lion Air, Ertata Lananggalih, usai pertemuan dengan Direktur Jenderal Perhubungan Udara di Departemen Perhubungan, Rabu (11/3) lalu.

Menurut Ertata, grounded atau pengandangan semua jenis MD-90 itu akan berlangsung sampai empat hari. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Heri Bakti, bahwa larangan terbang sementara itu akan berlangsung sampai pemeriksaan selesai, maksimum satu minggu.

Hingga kini belum ada publikasi resmi dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) tentang penyebab tergelincirnya insiden Lion Air di Bandara Soekarno-Hatta. Insiden pertama yang dialami Lion Air adalah pendaratan pesawat tanpa roda depan di Bandara Batam, Senin (23/2) malam. Insiden kedua yakni, tergelincirnya Lion Air di Bandara Soekarno-Hatta, Senin (9/3) sore.

Insiden kedua ini mengakibatkan Lion Air harus meng-grounded semua pesawat jenis MD-90. Hal ini dilakukan karena Departemen Perhubungan ingin melakukan pemeriksaan terhadap kelima pesawat buatan Amerika Serikat itu.

• VIVAnews

Sabtu, 07 Maret 2009

Penerbangan Kepri Masih Diatur Singapura

07/03/09 19:31
Batam (ANTARA News) - Lalu lintas penerbangan sipil di udara Kepulauan Riau masih diatur Singapura karena Pemerintah Singapura dan Indonesia terikat pada Konvensi Chicago 1964.

Konvensi Chicago yang melibatkan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) memberi kewenangan kepada Singapura untuk mengatur penerbangan di Kepri melalui "Flight Information Region" (FIR), kata Indah Irwansyah, petugas senior menara Pengatur Lalu Lintas Udara (PPLU) Bandara Hang Nadim, Batam, Sabtu.

Dengan persetujuan tersebut, setiap pendaratan atau pemberangkatan pesawat dari Batam, Karimun, Tanjungpinang, Matak dan Ranai di bawah Pusat Pengendalian Wilayah atau Area Control Centre (ACC) FIR Singapura.

Akibatnya, ketika Jumat (6/3) terjadi gangguan pada "automatic massaging searching consult" (AMSC) di Bandara Changi, Singapura, sekitar 10 kedatangan dan keberangkatan pesawat di Hang Nadim mengalami penundaan.

Irwansyah mengatakan, penundaan terjadi karena menyesuaikan dengan penjadwalan kembali pemberangkatan dan kedatangan setelah banyak pesawat "delayed" di Changi.

Di Bandara Internasional Changi jumlah penerbangan normal per hari mencapai 400-500 kali, sedang di Bandara Internasional Hang Nadim 60-80 kali/hari, kecuali di musim angkutan haji bisa 120-150/hari.

Menurut Irwansyah dari aspek peralatan maupun kemampuan sumberdaya pelaksana di Batam, pengaturan penuh bisa dilakukan sendiri di Hang Nadim bila ada pengaturan mengenai radius kewenangan.

"Selain belum ada pengaturan radius, pengaturan sendiri belum bisa dilakukan bukan karena radar di Hang Nadim tidak memadai, melainkan kedua Pemerintah Indonesia dan Singapura terikat pada Konvensi Chicago," katanya.

Konvensi 45 tahun silam serta masih berlakunya izin penggunaan udara untuk latihan militer Singapura, menyebabkan penerbangan pesawat sipil dari Batam ke Ranai (Natuna) harus melambung ke kanan atau lebih jauh daripada bila lurus.

Di wilayah itu terdapat wilayah yang dinamai "Danger Two," Danger Three" dan "Danger Four", tempat-tempat latihan militer Singapura.

Menurut Irwansyah, sering terjadi ketika penerbangan dari Batam hendak memakai jalur itu, pihak Singapura tidak mengizinkan dengan alasan sedang ada latihan.

Pada kesempatan terpisah, Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah menyebutkan, teritori udara Indonesia yang masih dipakai sebagai blok latihan militer Singapura berada di luar Tanjungpinang.

Hal itu dimungkinkan karena ada perjanjian kerja sama dengan Pemerintah Indonesia dan masih berlanjut, katanya.

Menurut Gubernur, persetujuan itu sudah lama ketika Batam khususnya dan Kepulauan Riau belum berkembang pesat seperti sekarang.(*)

Hujan Deras, Riau Airlines Tergelincir

Insiden yang terjadi siang tadi sekitar pukul 14.30 WIB, dan saat itu tengah terjadi hujan

Sabtu, 7 Maret 2009, 18:04 WIB
Amril Amarullah
Riau Airlines lepas landas di tengah kabut (Antara/ FB Anggoro)

VIVAnews - Sebuah Pesawat Riau Airlines tergelincir di landasan pacu bandara milik perusahaan Conoco Philips, di Matak, ibukota Kabupaten Anambas, Kepulauan Riau, Sabtu 7 Maret 2009.

Dikabarkan tidak ada korban dalam insiden tersebut. Pesawat jenis Fokker ini terbang dari Bandara Tanjungpinang menuju Matak dengan membawa 50 orang penumpang.

Insiden yang terjadi siang tadi sekitar pukul 14.30 WIB, dan saat itu tengah terjadi hujan deras.

"Benar, tadi siang saat hujan deras, mungkin karena licin pesawat ke bablasan," ujar salah seorang petugas bandara saat dihubungi VIVAnews, Sabtu 7 Maret 2009.

Saat ini tim masih melakukan pemeriksaan apakah ada kerusakan pada roda pesawat atau hanya murni akibat cuaca buruk. Sementara seluruh penumpang sudah dievakuasi.

• VIVAnews

Jumat, 06 Maret 2009

DHC-6 Twin Otter Legenda dan Penjaga NKRI

Jumat, 6 Maret 2009 | 03:27 WIBOleh BAYU SUTANTO

Dimulai oleh DeHavilland Canada (DHC) sejak 1964 dan diterbangkan pertama kali tanggal 20 Mei 1965, sejarah telah memihak DHC-6 Twin Otter! Jenis pesawat ini menjadi ”legenda” dan paling sukses dalam sejarah penerbangan industri dirgantara Kanada.

Pesawat pertama yang diproduksi adalah Seri 100, disusul Seri 200 dengan meningkatnya performa STOL (short take-off and landing), pemanjangan hidung pesawat, serta kompartemen penyimpanan bagasi belakang yang diatur ulang. Pada Seri 300, performa pesawat makin meningkat setelah penambahan dua mesin PT6A-27 dari Pratt & Whitney.

Sesuai fungsinya sebagai pesawat multiguna, peralatan pendaratan Twin Otter dapat diganti pelampung ala ski sehingga pesawat ini populer di Alaska, Norwegia, dan utara Kanada. Di Indonesia, pesawat ini banyak dioperasikan di kawasan tengah dan timur, yang fasilitas bandaranya minim serta infrastruktur transportasi daratnya terbatas.

DHC-6 Twin Otter mampu mengangkut 18-20 penumpang dan 1.500-2.000 kilogram barang. Pesawat ini multiguna dengan kemampuan STOL sehingga bisa mendarat di landasan dengan panjang 600 meter, baik yang aspal, rumput, gravel, maupun pelat besi. Pesawat ini juga memiliki daya menanjak tinggi (high rate of climb) sehingga efektif untuk angkutan barang, penumpang, evakuasi medis, dan militer. Bahkan, selama Perang Vietnam, Angkatan Darat Australia menggunakan Twin Otter sebagai pesawat angkut ringan. Sampai saat ini US Air Force masih menggunakan Twin Otter untuk latihan dan operasi terjun payung.

Hingga kini tercatat 60 operator penerbangan sipil serta operator militer dari 25 negara penggunanya. Saking melegendanya Twin Otter, Sean Rossiter kemudian menulisnya dalam buku Otter & Twin Otter-The Universal Planes (Maret 1999).

Pada 1988, DHC memutuskan menghentikan produksi setelah memproduksinya lebih kurang 600 pesawat. Tahun 2007 produksi dilanjutkan untuk pembuatan Seri 400 meski kepemilikannya berpindah tangan.

Saat ini di semua belahan dunia masih terdaftar lebih kurang 580 pesawat Twin Otter yang beroperasi. Di Indonesia, Twin Otter dikenal sejak awal 1970-an, dioperasikan oleh Merpati Nusantara Airlines, yang merupakan operator Twin Otter terbesar dengan 10 armada. Selain Merpati, operator lain adalah Aviastar (5 armada), Airfast Indonesia (3), serta Trigana Air Service (3).

Sebagian besar ”populasi” armada Twin Otter dari keempat operator tersebut terkonsentrasi di Papua untuk melayani penerbangan komersial, subsidi/perintis, dan carter. Untuk Aviastar, selain di Papua dengan 3 armada, satu armada juga berada di Balikpapan, baik untuk melayani penerbangan komersial maupun carter, serta satu armada berada di Palangkaraya untuk melayani penerbangan dari ibu kota provinsi ke sejumlah ibu kota kabupaten di Kalimantan Tengah.

Walaupun telah dihentikan produksinya untuk Seri 300 sejak 1988, populasi Twin Otter masih banyak karena adanya dukungan jaminan perawatan dan suku cadang, baik untuk bodi, roda pendarat, mesin, maupun avionik dari pabrik dan rekanan pendukungnya. Pada 2006, Viking Air yang berlokasi di Victoria, British Columbia Canada, membeli sertifikat produksi dan peralatan produksi Twin Otter dari Bombardier Aerospace (sebelumnya deHavilland Canada) untuk DHC-6. Dengan demikian, Viking punya hak untuk membuat pesawat baru Twin Otter.

Pada awal bulan April 2007, Viking Air mengumumkan memulai produksi Seri 400 dengan 27 pesanan. Pesawat pertama akan diserahkan pada pertengahan 2009 ini kepada Zimex Aviation dari Swiss.

Walaupun tetap mempunyai bentuk yang sama seperti seri 200/300, tapi Twin Otter Seri 400 lebih bertenaga karena memakai mesin PT6A-34/35 dari Pratt & Whitney Canada serta avionik yang lebih maju dan bahan struktur dari komposit yang lebih ringan. Prototipe Seri 400 telah membuktikan keandalannya dengan terbang ferry dari Victoria British Columbia ke Orlana, Florida, AS, Oktober 2008.

Dari pengalaman operasi Twin Otter oleh Aviastar, baik di Papua maupun Kalimantan, terlihat jenis pesawat ini sangat cocok melayani penerbangan dengan kondisi infrastruktur lapangan terbang yang minim fasilitasnya, baik dalam hal panjang landasan pacu, lapisan aspal maupun rumput. Bahkan, Twin Otter bisa mendarat di landasan terbang terbuat dari pelat besi di atas rawa, sebagaimana landasan di Ewer, Kabupaten Asmat, Papua.

Ketiga armada Twin Otter Aviastar yang berada di Papua—di Nabire, Wamena dan Timika—saat ini melayani penerbangan menuju wilayah pemekaran bagian tengah pegunungan, seperti Yahukimo, Mulia, Enarotali, Oksibil. Juga bagian pantai selatan, seperti Dekai, Ewer, Tanah Merah, Keppi dan Merauke. Adapun yang dibawa bisa penumpang dan barang, mulai dari sembako, ternak hidup, daging, sayur, sampai bahan bangunan.

Begitu pun di Kalimantan Tengah. Twin Otter Aviastar menghubungkan Palangkaraya sebagai ibu kota provinsi dengan semua kabupaten yang infrastruktur transportasi darat maupun sungainya tidak memadai. Layanan penerbangan tersebut sangat membantu pejabat, pegawai, investor, maupun penduduk dibandingkan moda transportasi darat dan sungai.

Kiranya dari sejarah yang melegenda tersebut, peran Twin Otter dalam rangka menghubungkan daerah-daerah terpencil yang infrastrukturnya terbatas masih tetap diperlukan. Peran tersebut sekaligus untuk menjaga keutuhan Nekara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dapat dibayangkan apabila Twin Otter tidak bisa masuk ke lokasi-lokasi terpencil itu, isu separatisme bisa jadi akan muncul. Bahkan, ketepatan kehadiran bupati-bupati dari wilayah pemekaran ke ibu kota provinsi maupun ke Jakarta sangat bergantung pada ketersediaan penerbangan Twin Otter tersebut.

Bayu Sutanto President Director Aviastar