Jakarta - PT Garuda Indonesia secara tegas menolak putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tentang tindakan kartel yang dituduhkan kepada BUMN Penerbangan itu bersama sembilan maskapai lainnya.
"Secara tegas kami menolak putusan KPPU itu baik atas pertimbangan hukum maupun ekonomi," kata VP Corporate Communication, PT Garuda Indonesia, Pujobroto dalam siaran pers di Jakarta, Rabu pagi.
Sebelumnya, KPPU menghukum sembilan maskapai penerbangan, termasuk Garuda untuk membayar denda dan ganti rugi senilai total Rp700 miliar, setelah terbukti melakukan kartel penetapan harga fuel surcharge sejak 2006 hingga 2009.
Anggota KPPU, Maria Tri Anggraini saat membacakan putusan kasus tersebut menyebutkan PT Garuda Indonesia terkena denda dan ganti rugi paling besar yaitu Rp25 miliar dan Rp162 miliar.
Menurut Pujobroto, mengingat putusan KPPU ini belum merupakan putusan final yang berkekuatan hukum tetap, maka Garuda akan mempelajari kemungkinan langkah hukum lebih lanjut.
Pujobroto mengatakan, selama ini Garuda Indonesia selalu menjunjung tinggi prinsip good-corporate governance dan supremasi hukum serta menghargai fungsi KPPU.
Namun demikian, putusan KPPU terhadap Garuda Indonesia ini telah didasarkan pada asumsi dan fakta serta data yang keliru dan tidak akurat.
"KPPU menggunakan tabel data tahun 2006 / 2009 untuk analisa Garuda, sementara data yang kami beri ke KPPU hanya data tahun 2006 ? 2008 karena data 2009 masih belum diaudit," kata Pujobroto.
Selain itu analisa dan uji statistik yang dilakukan oleh KPPU tidak sesuai dan kurang akurat karena hanya dua maskapai yang memberikan data lengkap dari 12 maskapai yang ada.
Penerapan fuel surcharge adalah merupakan suatu hal yang lazim dilakukan di industri penerbangan di dunia dan diterapkan karena terjadinya peningkatan harga bahan bakar minyak yang terjadi.
Fuel surcharge bersifat fluktuatif dan merupakan upaya maskapai penerbangan mempersempit kesenjangan antara harga asumsi minyak yang ditetapkan dengan fluktuasi atau kenaikan harga minyak di pasar.
Dengan demikian penerapan fuel surcharge oleh Garuda Indonesia sama sekali bukan merupakan upaya untuk mencari keuntungan, melainkan upaya untuk menutupi biaya bahan bakar.
Garuda Indonesia juga tidak memperoleh keuntungan dari pengenaan fuel surcharge mengingat besarannya jauh lebih kecil dari jumlah biaya bahan bakar (fuel cost) yang ditanggung oleh Garuda Indonesia.
Selain itu, penerapan fuel surcharge bukan perbuatan melawan hukum karena Undang-Undang No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Keputusan Menteri Perhubungan No.9 Tahun 2002 tentang Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi memperbolehkannya.
"Penerapannya juga tidak pernah secara bersama-sama dengan maskapai lainnya mengingat kami satu-satunya maskapai yang menawarkan layanan full service," katanya.
Keuntungan yang diperoleh Garuda Indonesia pada tahun 2007-2009 merupakan hasil program transformasi perusahaan antara lain melalui restrukturisasi rute, peremajaan pesawat, program efisiensi, pengembangan program revenue manajemen dan sebagainya.
Selain Garuda, maskapai lain yang dihukum denda oleh KPPU cukup besar adalah PT Mentari Lion Airlines Rp17 miliar dan ganti rugi sebesar Rp107 miliar.
Sedangkan Sriwijaya Air, Merpati Nusantara Airlines, Mandala Airlines, PT Travel Express Aviation Service, Wings Air dan Kartika Airlines dikenakan denda bervariasi Rp1 milir hingga Rp9 miliar.
Kemudian, untuk ganti ruginya bervariasi antara Rp1,6 miliar hingga Rp60 miliar.
KPPU juga memperkirakan, akibat praktek kartel sembilan maskapai itu, konsumen setidaknya dirugikan Rp5-Rp13,8 triliun.(Ant)
"Secara tegas kami menolak putusan KPPU itu baik atas pertimbangan hukum maupun ekonomi," kata VP Corporate Communication, PT Garuda Indonesia, Pujobroto dalam siaran pers di Jakarta, Rabu pagi.
Sebelumnya, KPPU menghukum sembilan maskapai penerbangan, termasuk Garuda untuk membayar denda dan ganti rugi senilai total Rp700 miliar, setelah terbukti melakukan kartel penetapan harga fuel surcharge sejak 2006 hingga 2009.
Anggota KPPU, Maria Tri Anggraini saat membacakan putusan kasus tersebut menyebutkan PT Garuda Indonesia terkena denda dan ganti rugi paling besar yaitu Rp25 miliar dan Rp162 miliar.
Menurut Pujobroto, mengingat putusan KPPU ini belum merupakan putusan final yang berkekuatan hukum tetap, maka Garuda akan mempelajari kemungkinan langkah hukum lebih lanjut.
Pujobroto mengatakan, selama ini Garuda Indonesia selalu menjunjung tinggi prinsip good-corporate governance dan supremasi hukum serta menghargai fungsi KPPU.
Namun demikian, putusan KPPU terhadap Garuda Indonesia ini telah didasarkan pada asumsi dan fakta serta data yang keliru dan tidak akurat.
"KPPU menggunakan tabel data tahun 2006 / 2009 untuk analisa Garuda, sementara data yang kami beri ke KPPU hanya data tahun 2006 ? 2008 karena data 2009 masih belum diaudit," kata Pujobroto.
Selain itu analisa dan uji statistik yang dilakukan oleh KPPU tidak sesuai dan kurang akurat karena hanya dua maskapai yang memberikan data lengkap dari 12 maskapai yang ada.
Penerapan fuel surcharge adalah merupakan suatu hal yang lazim dilakukan di industri penerbangan di dunia dan diterapkan karena terjadinya peningkatan harga bahan bakar minyak yang terjadi.
Fuel surcharge bersifat fluktuatif dan merupakan upaya maskapai penerbangan mempersempit kesenjangan antara harga asumsi minyak yang ditetapkan dengan fluktuasi atau kenaikan harga minyak di pasar.
Dengan demikian penerapan fuel surcharge oleh Garuda Indonesia sama sekali bukan merupakan upaya untuk mencari keuntungan, melainkan upaya untuk menutupi biaya bahan bakar.
Garuda Indonesia juga tidak memperoleh keuntungan dari pengenaan fuel surcharge mengingat besarannya jauh lebih kecil dari jumlah biaya bahan bakar (fuel cost) yang ditanggung oleh Garuda Indonesia.
Selain itu, penerapan fuel surcharge bukan perbuatan melawan hukum karena Undang-Undang No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Keputusan Menteri Perhubungan No.9 Tahun 2002 tentang Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi memperbolehkannya.
"Penerapannya juga tidak pernah secara bersama-sama dengan maskapai lainnya mengingat kami satu-satunya maskapai yang menawarkan layanan full service," katanya.
Keuntungan yang diperoleh Garuda Indonesia pada tahun 2007-2009 merupakan hasil program transformasi perusahaan antara lain melalui restrukturisasi rute, peremajaan pesawat, program efisiensi, pengembangan program revenue manajemen dan sebagainya.
Selain Garuda, maskapai lain yang dihukum denda oleh KPPU cukup besar adalah PT Mentari Lion Airlines Rp17 miliar dan ganti rugi sebesar Rp107 miliar.
Sedangkan Sriwijaya Air, Merpati Nusantara Airlines, Mandala Airlines, PT Travel Express Aviation Service, Wings Air dan Kartika Airlines dikenakan denda bervariasi Rp1 milir hingga Rp9 miliar.
Kemudian, untuk ganti ruginya bervariasi antara Rp1,6 miliar hingga Rp60 miliar.
KPPU juga memperkirakan, akibat praktek kartel sembilan maskapai itu, konsumen setidaknya dirugikan Rp5-Rp13,8 triliun.(Ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar